Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 13 Oktober 2012

Oleh-oleh dari Berpetualang

Kali ini saya tidak akan berbicara mengenai satu objek benda atau tempat secara spesifik. Saya ingin berbagi  mengenai aktivitas favorit saya sejak kecil, yaitu: BERPETUALANG. Kata yang saya pilih ada petualang karena kata ini sangat sering disebut di buku favorit saya, lima sekawan. Entah kenapa, berpetualang adalah obsesi saya dari kecil. Not a real adventure actually, tapi perjalanan bersama kawan-kawan sering saya bayangkan sebagai petualang ala lima sekawan. I was not alone that time, saya dan beberapa kawan bahkan berencana untuk membeli teropong, lup, dan kompas sebagai senjata untuk berpetualang.

Petualangan masa kecil saya memang bukan seperti petualangan lima sekawan yang sering berkemah atau bersepeda dan bertemu penjahat. Jadwal sekolah yang padat (sejak kelas 4 SD saya bersekolah sampai pukul 16.00) jelas memangkas kesempatan untuk bermain sepulang sekolah. Waktu yang bisa dimanfaatkan otomatis hanya hari minggu. Waktu itu biasanya kami bersepeda dari pagi hari, berkeliling kota. Tapi yang hingga kini masih saya ingat adalah ketika berjalan menyusuri sungai. Petualangan sepanjang sungai ini beberapa kali bisa terlaksana karena ada tugas sekolah. Yak, cerita detail tentang perjalanan menyusuri sungai akan saya tulis lain kali saja karena akan sangaaaat panjang.

Beranjak dewasa, saya masih sangat menggandrungi dengan yang namanya berpetualang. Masa SMP dan SMA tidak banyak memberikan jejak yang jelas di ingatan, tapi masa kuliah adalah masa keemasan. Tampaknya saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk berpetualang daripada kuliah. Petualangan untuk mengeksplor makanan biasanya. Awal kuliah hingga pertengahan, saya punya sahaat karib yang sering bersama ngalor-ngidul (bahasa jawa untuk utara-selatan/muter-muter nggak jelas) entah ke mana. Tapi, karena saya adalah yang terakhir tinggal di kampus, akhir-akhir ini saya lebih sering sendirian ketika berpetualang. Saat itulah saya mulai berpikir betapa cintanya saya dengan petualangan.

Berpetualang bukan bercerita mengenai tujuan akhir, tapi tentang perjalanannya. Berpetualang tidak bercerita mengenai hasilnya, tapi proses. Begitulah yang ada di dalam pikiran saya. Ketika melakukan perjalanan sendirian, banyak hal yang terbersit di otak, banyak hal dalam hidup yang bisa direfleksikan. Melihat apa yang ada di sekitar kita membuat hati dan pikiran terbuka. Udara yang sejuk ketika keluar dari kota membuat hati bahagia. Langit yang biru berhias dedaunan hijau membuat perasaan tenang. Kurang lebih itulah yang membuat saya sangat menikmati petualangan saya.

Petualangan yang dilakukan sendiri dan yang dilakukan bersama rekan tentu berbeda. Masing-masing memiliki kenikmatan tersendiri. Ketika berpetualang bersama kawan, yang satu pikiran tentunya, perjalanan akan terasa lebih seru. Dan yang pasti ada yang mengabadikan keberadaan kita di objek yang dituju. Tapi, seperti yang saya ceritakan tadi, saat ini saya lebih sering melakukan solo trip alias perjalanan seorang diri. Banyak orang yang bertanya kenapa saya melakukan ini. Awalnya memang karena terpaksa, saya sudah tidak sabar untuk berjalan-jalan, tapi tak ada teman yang mau ikut serta. Saat ini saya sudah terbiasa dan sangat menikmatinya. Perjalanan terakhir kemarin adalah ke 3 pantai di gunung kidul, Nguyahan, Ngobaran, dan Ngrenehan. Dan hampir semua perjalanan petualangan saya ini tidak direncanakan jauh-jauh hari. Paling pol satu hari sebelumnya. 

Perjalanan seorang diri sangat pantas disebut petualangan, apalagi kalau menuju tempat yang belum sama sekali pernah kita jamah. Herannya, walau selalu sampai di tujuan dengan tepat, perjalanan yang saya tempuh pasti berputar-putar. Itulah yang saya sebut petualangan. Nyasar! Ya, nyasar adalah bentuk petualangan saya. Walau berbekal peta, GPS, dan petunjuk orang, pasti tetap saja saya nyasar. Untungnya tujuan utama tetap akan tercapai. 

Perjalanan saya ke pantai Ngobaran bisa dibilang yang agak parah, karena saya nyasar dua kali, dan jaraknya hem....aduhai. Jalur yang saya tempuh saya dapatkan informasinya dari salah satu blog. Saya hanya baca sekilas dan saya tetap pada jalur yang benar sampai di pertengahan perjalanan, setelah itu saya ambil belokan ke kiri, dan ternyata saya kembali ke jalan Wonosari. Putar baliklah saya. Saya baca ulang blog itu, ada tulisan kalau kita harus belok kanan kalau bertemu pertigaan. Oke, saya percaya kali ini. Beberapa pertigaan saya lalui dan saya terus belok kanan. Dan berakhirlah saya di antah berantah. Saya cek GPS, lumayan jauh nyasarnya. Enggan menyusuri jalanan berlubang lagi, saya pikir saya bisa ambil jalur lain karena sebelum saya nyasar sejauh ini saya bertemu pertigaan, pasti saya akan muncul di pertigaan yang sama. Ow..ow..saya salah. Saya memang kembali ke jalur yang benar, tapi ini terlalu jauh dari jalur awal kenyasaran saya... Kalau dihitung dengan rumus Phytagoras, jalur pertama saya adalah garis miringnya, jadi bisa kebayang betapa jauhnya saya berjalan, dan ujungnya saya muter-muter. Itu belum semuanya, waktu pulang saya masih harus berurusan dengan rumus phytagoras karena saya berharap menemukan jalur baru, dan ternyata saya muncul di jalan yang saya lalui sebelumnya. 

Berbicara tentang nyasar memang tidak akan ada habisnya, karena itulah bentuk petualangan saya. Orang lan boleh berkata saya malang, tapi saya memang anak Malang, kota Malang maksudnya dan saya orang yang beruntung. Dengan nyasar, saya menemukan hal baru dalam petualangan saya. 

Selasa, 14 Agustus 2012

Oleh-oleh dari Pegunungan Menoreh

Bisa dibilang saya adalah orang yang ngotot dan kekeh kalau sudah punya mau. Sayangnya, kebanyakan kengototan saya adalah untuk hal-hal yang tidak penting di waktu itu. Seperti sekarang, setelah bergelut dengan kompos dan bosan karena komposnya nggak jadi-jadi sedangkan embernya sudah penuh, sekarang saya tertarik dengan produk skin care buatan tangan.

Bermula dari entah apa, saya lupa, saya mulai berpikir untuk membuat peralatan skin care saya sendiri. Coba Anda lihat produk skin care Anda, seperti facial wash, toner, face cream, atau body lotion. Sebutkan bahan-bahan yang Anda ketahui jenisnya dan fungsinya. Kalau saya, yang bukan anak teknik kimia ataupun farmasi, hanya tahu bahan water, fragrance, beberapa jenis ekstrak seperti aloe vera, beberapa jenis minyak seperti jojoba atau lavender, dan.....tidak ada lagi. Nama-nama bahan kimia yang lain saya angkat tangan.

Tapi bukan Naning namanya kalau tidak mencari tahu. Dan saya akhirnya tahu bahwa nama-nama aneh itu adalah bahan kimia. Beberapa merupakan turunan dari petroleum. Bisa kalian bayangkan, bahan kimia entah apa itu, masuk ke dalam kulit kita, masuk ke saluran darah, dan bereaksi di dalam tubuh. Ketika orang ahli kimia membaca tulisan ini, mungkin mereka akan tertawa karena sikap saya yang meragukan produk kimia tersebut. Bahan-bahan itu memang dikatakan aman oleh badan terkait. Tapi, tetap saja, saya merasa sayang harus menyerahkan tubuh saya di bawah pengaruh bahan-bahan kimia yang tidak jelas bagi saya. Kok ya kalau saya, lebih memilih bahan alami.

Oke, kita sudahi pendahuluan tulisan kali ini. Jadi, setelah pencarian yang lama, saya putuskan untuk mencoba membuat produk skin care saya sendiri, dengan bahan-bahan alami. Produk seperti krim, lotion, atau lip balm ternyata terbuat dari tiga bahan utama, minyak, air, dan pengemulsi (emulsifier). Untuk bahan minyak, baiklah, walau hanya ada beberapa jenis minyak nabati di pasaran, saya masih bisa mendapatkan minyak zaitun atau grapeseed di supermarket. Untuk air, karena kulit saya kering, saya ingin mencoba air mawar yang bisa saya buat sendiri. Nah, untuk bahan terakhir, di beberapa tulisan yang saya baca, mereka menggunakan beeswax atau lilin lebah madu. Hem...baru kali ini saya tahu ada bahan macam ini. Pencarian online tidak membuahkan hasil yang menggembirakan, saya wajib membayar tunai kali ini, uang tabungan di bank sudah ditutup untuk kepentingan belanja online. Pencarian melalui teman juga nihil, hingga akhirnya saya mendapat informasi tentang peternak lebah madu di daerah Borobudur. Di daerah Ambarawa sebenarnya juga ada, tapi karena saya tidak akrab dengan daerah yang letaknya di utara rumah, saya memilih untuk ke Borobudur.

Desa Giritengah namanya, desa yang saya tuju. Saya tahu informasi daerah tersebut dari blog yang dibuat oleh pihak desa. Karena saya buta arah, saya sulit memahami petunjuk arah yang dicantumkan. Untuk bertanya pun, malu...(alah!). Setelah pusing tujuh keliling, bolak-balik karena ujung-unjungnya saya menemukan desa yang salah, saya akhirnya bertanya kepada salah satu warga. Daaaannn....TADAAAA...sampai juga di desa giritengah. Sampai di sana, tidak saya temukan ada tanda-tanda peternak lebah berada. Tanya lagi. Ternyata saya masih harus naiiiiiiiikkk ke arah perbukitan menoreh. Huah, lagi-lagi saya mendaki gunung menggunakan motor sendirian. Untung saja, jalannya sudah aspal, bukan batu yang ditata seperti waktu ke Gunung Kidul waktu itu. Saya juga sempat berpapasan dengan sepasang bule yang juga naik motor bersama anak mereka.

Pohon kaliandra (yang ada bunga warna merahnya)
Rumah peternak lebah yang saya tuju ternyata dekat dengan spot untuk melihat matahari terbit. Sempat saya lihat, nama tempat itu adalah Eden Sunrise. Mungkin dari situ si bule malam sebelumnya. Baru kali ini saya tahu. Untunglah peternak yang saya datangi belum membuang beeswaxnya. Si Bapak mematok harga Rp 20.000,00 per kilo. Karena tidak tahu harga normal di tangan petani, saya iyakan saja tawaran harga itu, toh si Bapak sudah memurnikan lilin dari sarang lebah. Lilin lebah yang saya dapat masih belum murni sekali, tapi sudah
terlihat lah bentuknya, kalau itu adalah lilin lebah. Dan apakah kalian tahu? Satu kilo beeswax adalah jumlah yang banyaaaak sekali, mengingat jumlah yang dibutuhkan untuk membuat setengah liter body lotion hanya beberapa gram. Oke, saya punya stok banyak untuk bahan ini akhirnya.


Oya, sebagai informasi, peternak lebah di desa Giritengah memelihara lebah di hutan pohon kaliandra. Dan madu yang dihasilkan berwarna kuning terang karena kandungan bipollen dari bunga kaliandra. Satu botol madau, isinya sekitar 600 ml dihargai Rp 75.000,00. Sayangnya, kantong saya adalah tipikal kantong mahasiswa, tipis. Saya masih harus menyimpan pundi-pundi uang saya untuk membeli bahan yang lain.
sarang lebah madu

Sabtu, 11 Agustus 2012

Oleh-oleh dari Pasar Burung

Ini cerita perjalanan saya minggu lalu, waktu hari pasaran Pahing. Pahing adalah waktu pasaran di pasar burung Magelang. Ketika hari itu datang, wah, pasar jadi sangaaaaat ramai sekali. Buat saya, pasar burung adalah salah satu tempat tujuan wisata. Sejak saya masih SD, Bapak sering sekali mengajak saya ke pasar burung setiap Pahing. Waktu itu sih, saya diajak karena kerjaan saya di rumah cuma bengong. Tapi, lama-lama pergi ke pasar burung bersama Bapak jadi seperti kewajiban. Saya wajib membantu menggotong sangkar burung dari rumah ke pasar dan begitu pula waktu pulangnya.

Setelah lama meninggalkan kewajiban itu karena kegiatan perkuliahan saya di Jogja, jalan-jalan ke pasar burung kemarin menjadi sarana temu kangen saya dengan para burung di sana (halah!). Bayangan saya akan pasar burung di waktu hari Pahing adalah pasar yang ramai, ramai tidak hanya oleh perburungan. Di sana itu ya, ada tukang jagal ular, ularnya ular kobra, penjual perkakas (entah kenapa dari kecil saya suka lihat dagangan perkakas), penjual baju, mainan, dan lainnya. Jadi pasar burung sudah layaknya pasar tumpah, semua ada. Itulah kenapa, walau saya harus menggotong sangkar yang lebih besar dari badan saya dan berat karena melawan angin, saya masih saja mau ikut Bapak dulu. Belum lagi suasana pasar yang juga mirip kebun binatang, ada berbagai macam burung dari yang murah sampai yang jutaan, musang, kucing, tupai, ah sangat menyenangkan.

Datang ke pasar setelah sekian lama absen dari Pahingan, ekpektasi akan kesenangan yang akan ditemui semakin besar. Dan sampailah saya ke sana, masih bersama Bapak tapi tanpa membawa sangkar segede gaban. Hari ini saya tidak membawa sangkar, tapi membawa dua pot lumayan besar yang isinya pohon puring. Alamak, sebelum sampai pasar, Bapak melihat penjual pohon di pasar besar. Jadi, begitu sampai, muka saya berubah jadi annoyed. Mungkin bapak tahu saya enggan membawa-bawa pot itu, jadilah bapak yang membawa, dibawa keliling pasar (ah, maafkan anakmu ini ya Pak).

Pasar burung sekarang lebih kecil, mungkin karena dibagi dua untuk pasar ikan di sebelahnya. Dan karena sekarang bulan puasa, aroma masakan dari makanan membuat saya jengkel, belum lagi asap rokok. Banyak juga orang yang tidak berpuasa di sini. Dan yang lebih gawatnya lagi, sekarang saya sudah menjadi seorang wanita. Berada di kerumunan laki-laki membuat saya agak risih, apalagi saya tidak memakai jilbab yang panjang. Agak bagaimanaaaa gitu rasanya. Bapak penjagal ular juga tidak lagi membawa ular hidup, hanya beberapa gulung kulit ular dan organ dalam ular.

Saat ini burung yang sedang menjadi hot thread adalah burung kecil berwarna hijau bernama burung pleci! Harganya murah-meriah, hanya berkisar 50.000 rupiah saja. Suaranya juga keras, melengking kalau menurut saya. Tampaknya Bapak berniat untuk menambah koleksi burung di rumah. Jadilah beliau berhenti dan mengamati burung mana yang suaranya bagus. Pengamatan ini berlangsung sangaaaat lama, dan tugas menjaga pot berpindah ke tangan saya. Karena bosan, saya angkat saja pot itu dan berjalan mendekati bapak. Tampaknya bapak tahu kalau saya sudah bosan di sana. Dan akhirnya kami pulang tanpa saya harus merengek, setelah bapak membeli burung pilihannya tentunya.

sekawanan burung pleci bersama dalam satu sangkar (kasian liatnya..)

Kamis, 02 Agustus 2012

Masih oleh-oleh dari membuat kompos

Membuat kompos itu mungkin seperti punya seorang bayi. Saya belum memiliki anak sih, tapi ya saya sedikit -sedikit tahu lah bagaimana rasanya. Dulu saya pikir membuat kompos dari sampah rumah tangga itu seperti menjetikkan jari. Tapi karena belum pernah terjun langsung untuk membuat sendiri, saya masih belajar banyak hal.

Usia kompos yang saya buat belum juga sampai usia satu minggu, saya sudah tidak sabar untuk melihat hasil akhirnya. Daripada menunggu hasil yang masih lama datangnya, saya berusaha untuk menikmati prosesnya saja. Dua hari terakhir ini saya perhatikan, tumpukan sampah dalah ting komposter memiliki bentuk yang sangat tidak cantik. Well, saya juga nggak tahu parameter cantik untuk kompos itu seperti apa. Yang pasti, tumpukan sampah itu menjadi sangat menjijikkan. dan yang utama adalah, bau.

Dilihat-lihat, ada yang kurang dari komposisi kompos ini. Hem..terlalu basah rupanya. Sistem drainase composter tidak terlalu baik. Air penyiraman yang berlebih tidak keluar dan terkumpul di dasar. Akhirnya saya putuskan untuk menambah daun-daun kering. Pertanyaannya, dari mana saya dapatkan daun kering ketika rumah saya yang sekarang tidak memiliki pohon besar? Ada memang di sekitar rumah, tapi saya sebagai warga baru di sini sangat gengsi untuk mengumpulkan daun kering dengan tangan. Duh... Karena masih merasa komplek rumah sakit sebagai rumah, daun-daun kering dari sana saya impor ke komplek rumah yang baru. Hasilnya, composter saya kepenuhan sebelum semua daun kering bisa tertampung! Hahahaha...

Ah, tidak sabar saya untuk bisa melihat kompos sudah yang sudah jadi. Secepatnya.

Senin, 30 Juli 2012

Oleh-oleh Pembuatan Kompos

Pada beberapa post yang lalu saya bercerita saya membuat composter di rumah. Ibu tampak sangat bersemangat untuk mengisi composter dengan sampah-sampah rumah tangga yang jumlahnya tidak sedikit (menurut saya) itu. Setiap hari beliau dengan senangnya memotong-motong sampah sayuran menjadi potongan kecil agar sampah mudah terdegradasi menjadi kompos.

Kami belajar bersama dalam membuat kompos ini. Ada beberapa hal yang kami temukan sejauh ini. Awalnya ada beberapa semut yang tertarik dengan sampah yang dikumpulkan di tong composter. Sesuai saran orang-orang yang pernah membuat kompos sebelumnya, saya siram sampah-sampah itu dengan sedikit air dan mengaduk-aduk hingga rata.

Tadi pagi ada lagi yang muncul. Lalat! Ada seekor lalat buah di dalam composter. Bukan pertanda baik bila lalat mulai tertarik. Saya pikir tumpukan sampah ini kekurangan bahan kering. Karena tidak ada daun kering yang bisa saya tambahkan, saya tambahkan ke dalam composter potongan kertas koran. Hal ini bisa membuat permukaan sampah basah menjadi tertutup dan mengurangi perhatian lalat.

Dan saat ini saya sedang mencari cara bagaimana cara untuk mempercepat pengomposan. Entah memakai bakteri EM4 atau mengestrak bakteri (oke, ini bukan istilah yang tepat) dari bahan alami. Dan tampaknya saya harus membuat satu composter lagi. Ketika composter yang pertama penuh, saya bisa mulai mengisi composter kedua dan menunggu sampah di composter pertama matang dan menjadi kompos.

Oleh-oleh belajar menjadi ibu rumah tangga

Haha! Judul postingan kali ini sedikit aneh. Untuk terus menerus menulis hari keberapa di bulan ramadhan ini tampaknya memperlihatkan betapa jarangnya saya menulis dan berkegiatan. Tapi bagaimanapun saya mencoba untuk menulis daripada catatan harian saya menguap begitu saja atau hanya saya simpan sendirian. Toh di tulisan saya tidak banyak menulis mengenai kehidupan pribadi saya.

Kenapa harus belajar menjadi ibu rumah tangga? Karena itu adalah fitrah sebagai seorang wanita. Walau saya akan menjadi wanita karir nantinya, saya toh tetap harus mengurus rumah selayaknya ibu. Dan hingga saat ini saya masih berperilaku seperti anak kecil di rumah. Secara tidak langsung hati saya mulai menunjukkan sisi keibuan tanpa disadari. Banyak hal yang dalam otak saya bekerja selayaknya seorang ibu, contohnya mulai belajar memasak.

Oke, saya tertarik untuk memasak sejak lama, namun saya jarang melakukannya. Ketika di kos, yang membuat saya malas memasak adalah saat saya harus makan hasil masakan saya sendirian. Sangat tidak menyenangkan. Parahnya, ketika di rumah, saya juga jadi malas memasak karena jarang ada yang menghabiskan makanan hasil masakan saya kecuali saya sendiri. Mungkin hal ini terjadi karena masakan saya jarang memperhatikan penampilan.

Hari ini saya mendapatkan tips untuk membuat gorengan ketika menonton acara ITADAKIMASU di channel NHK. Dan sore ini juga langsung saya praktekkan. Hasilnya tidak mengecawakan secara penampilan. Namun, saya lupa pada segi rasa.Jamur goreng yang saya buat tidak ada rasanya! Haha, saya lupa menambahkan garam di adonan tepungnya. Oke, kalau begini lain kali saya akan lebih hati-hati. Setidaknya saya belajar untuk menggoreng dengan konsistensi adonan yang baik dan suhu penggorengan yang tepat. Adonan tepung yang saya buat masih memiliki beberapa bagian tepung yang menggumpal, hal ini bisa membuat hasil gorengan tidak basah oleh minyak. Selain itu suhu minyak sewaktu menggoreng harus cukup panas, namun tidak menggosongkan gorengan.

Minggu, 29 Juli 2012

Oleh-oleh untuk mengisi ramadhan hari ke-8 : mari membuat KOMPOS

Yey, akhirnya kesampaian juga untuk membuat composter. Rencananya sudah dibuat sejak tahun lalu sebenarnya, tapi karena satu alasan dan lainnya akhirnya baru bisa direalisasikan sekarang. Masalah sampah rumah tangga sebelum berada di perumahan padat penduduk ini tidak terlalu terasa karena di belakang rumah masih ada kebun kecil. Nah, di kebun kecil itu ada lubang sampah yang cukup besar dan hampir setiap hari bapak membakar sampah yang terkumpul. Sangat tidak ramah lingkungan memang, tapii begitulah biasanya kami memperlakukan sampah.

Duluuuuuu, waktu KKN di daerah Selopamioro, salah satu kegiatan kelompok kami adalah membuat kompos. Sejak itu saya tertarik untuk membuat kompos sendiri. Setelah setahun bergelut dengan berbagai literatur, saya baru memberanikan diri untuk mencoba langsung sekarang. Tuntutan dari ibu yang sudah sangat kerepotan dalam mengurus sampah menjadi alasan utama. "Sayang kalau dibuang percuma, sampah organiknya banyak soalnya", alasan ibu agar saya segera membuat composter.

Awalnya saya masih ingin mencari literatur, tapi saya tersadar, literatur sebanyak apapun tidak akan cukup kalau tidak langsung dipraktekkan. Kreasi dimulai dengan mencari ember cat bekas yang ada di rumah. Ember ini harus dilubangi agar sampah organik bisa mendapat udara segar nantinya. Hem...bagaimana caranya melubangi ember bila kita tidak memiliki bor? Pakai paku, sulit, permukaan ember itu bulat dan licin. Cara paling mudah dan tidak merepotkan adalah membawanya ke tukang bor! Bukan ke tukang bor sumur lo yaaaa... Di dekat rumah ada bengkel pembuat perabot rumah dari besi, jadi saya bawa sajalah ember itu ke sana. Tinggal minta bor di bagian mana saja dan ukurannya seberapa besar, tralalala...sudah jadi composternya!!!

Langsunglah setelah selesai memasak, ibu dengan senangnya membuang sampah organik ke composter. Sisa sayuran dipotong kecil-kecil untuk mempermudah proses pembusukan. Agar tidak terlalu basah bisa ditambah dengan kertas bekas. Sip, selesai! Semoga berhasil. Pengomposan kali ini tidak menggunakan bakteri pengurai, jadi mungkin agak lama prosesnya hingga menjadi kompos. Kalau memang terlalu lama, sudah direncanakan untuk membeli em4 di toko pertanian.

Untuk teman-teman yang ingin membuat juga, silakan. Nanti kita berbagi pengalaman karena saya pun masih belajar, masih belum menemukan cara yang tepat. Untuk daftar bahan yang bisa dikompos dan tidak, monggo dilihat di sini. Kalau ada semut yang menghampiri composter Anda, mungkin sampahnya terlalu kering dan butuh diberi air sedikit. Kalau ada lalat, bisa ditambah sampah keringnya.

Kamis, 26 Juli 2012

Oleh-oleh ramadhan hari kesekian..(hehe)

Tampaknya sudah menjadi sifat saya, bukan lagi kebiasaan untuk tidak menepati janji. Awal ramadhan lalu saya bertekad untuk menulis di blog setiap hari minimal satu post. Dan semenjak itu saya baru menulis lagi hari ini.

Hari ini adalah hari kedua saya berpuasa setelah beberapa hari di awal bulan ramadhan saya tidak bisa menjalankan ibadah puasa. Tidak ada ibadah, tidak ada kegiatan istimewa, dan tidak ada koneksi internet yang memadai. Yak, serentetan alasan yang membuat saya mangkir dari kegiatan menulis blog. dan hari ini pun menjadi lebih parah. Sejak malam sebelumnya, jumlah waktu untuk kegiatan tidur, yang  juga menjadi ibadah ketika bulan puasa, adalah 12 jam! Waduh. Hanya karena saya terlalu letih melakukan perjalanan jogja-magelang. Hehe... (oke, kemalasan saya terekspos dengan jelas sekarang)

Berbicara tentang puasa, tidak jos kalau tidak membicarakan menu berbuka puasa. Hari ini cemilan berbuka puasa adalah MISRO!!! alias amis di jero. Istilah tersebut merupakan istilah dalam bahasa sunda yang artinya manis di dalam. Bentuknya hampir seperti combro, namun isinya adalah gula jawa bukan oncom. Makanan ini adalah makanan yang simpel sebenarnya, hanya berupa parutan singkong yang dibentuk bulat dan diisi gula jawa di tengahnya lalu digoreng. Namun, percaya atau tidak, saya membutuhkan waktu sekitar 2 jam hanya untuk memarut singkongnya. Bukan karena jumlah singkong yang banyak, hanya 3 buah singkong sebesar lengan saja. Saya memang tidak terbiasa memarut dengan parutan kelapa. Acara memasak kali ini pun bisa dikatakan sebagai olah raga, olah raga melatih  otot lengan! Hehehehe

Sabtu, 21 Juli 2012

Oleh-oleh Ramadhan hari pertama : belajar astronomi

Ternyata catatan saya yang lalu sangat random. Tidak jelas ke mana arah pembicaraannya. Bahkan saya lupa bahwa tujuan awal tulisan saya adalah untuk menuliskan tekad saya untuk membuat jurnal selama bulan Ramadhan ini. Saya ingin Ramadhan tahun ini tidak menguap begitu saja setelah bulan Syawal datang dan berganti bulan yang lain. Beberapa hari yang lalu saya dan teman saya Rosa, bersepakat untuk menuliskan pengalaman berpuasa pada tahun ini di blog kami masing-masing. Apapun kesulitannya, akan saya coba menulis rutin setiap hari dan dimulai dari hari ini.

Ramadhan hari pertama Ramadhan ini belum saya rasakan. Karena keterbatasan wanita (bisa juga disebut keringanan untuk wanita), saya sedang diharamkan untuk berpuasa. Entah kenapa, karena saya nganggur, karena saya tidak keluar rumah, atau karena saya dasarnya malas, suasana bulan puasa belum juga terasa. Masih ada yang hampa seperti itulah.

Kegiatan satu hari inipun masih seperti hari yang lalu, surfing di dunia maya, bantu-bantu ayah yang sedang nge-cat dan tidur. Dan yang masih sama juga dengan hari kemarin, saya masih penasaran dengan astronomi. Sampai saat ini saya masih hafal apa yang saya pelajari tentang bumi, matahari, dan bulan ketika duduk di bangku SD. Saya juga masih bisa menggambar dengan baik bagaimana gerhana bisa terjadi dan juga bagaimana bisa ada pergantian musim. Tapi tiba-tiba saya berpikir, kenapa gerhana tidak terjadi setiap bulannya, atau kenapa semua itu bisa terjadi? Saya akui, konsep dasar saya tidak lengkap. Ada beberapa hal yang saya tidak ketahui. Terlebih selama ini saya hanya bergantung dari buku paket yang dibagikan.

Saya adalah pembelajar yang lebih banyak menggunakan media visual. Saya bayangkan model visual antara bumi, matahari, dan bulan. Masih saja saya kebingungan. Dan akhirnya saya menemukan beberapa model yang setidaknya bisa membantu. Salah satunya adalah simulasi yang disediakan di website milik University of Nebraska (bisa dilihat di sini). Di sini ada berbagai macam simulasi di dunia astronomi. Selain itu ada juga website exploratorium yang memberikan berbagai macam informasi mengenai gerhana di sini. Di youtube juga terdapat beberapa video yang menjelaskan bagaimana matahari, bumi, dan bulan berinteraksi (hem..saya tidak menemukan istilah yang lebih baik dari ini).

Oke, that's it for today. Semoga saya bisa lebih baik di hari esok dan esoknya, begitu pula dengan Anda.

Jumat, 20 Juli 2012

Marhaban yaa Ramadhan

Hari ini saya sedang tidak ke mana-mana, jadi tidak ada oleh-oleh untuk tulisan kali ini. Hari ini saya sibuk bersantai tanpa pekerjaan berarti. Memandangi Bapak yang masih saja sibuk membenahi rumah baru yang sudah direnovasi selama 2 bulan lamanya, merusak jadwal makan siang karena salah dalam memasak nasi, dan marah-marah melihat adik semata wayang yang leletnya bukan main. Jadwal yang sangat padat bukan? Itu masih belum ada apa-apanya, agenda paling besar saya saat ini adalah menata hati. Ramadhan sudah di depan mata (bahkan sudah ada beberapa saudara Muslim yang memulai ibadah puasanya). Tapi entah kenapa belum terasa gregetnya hingga lubuk hati paling dalam. Mungkin hati saya memang sudah tertutupi oleh logika duniawi semata.

Selamat datang wahai bulan penuh berkah. Semoga tahun ini saya tidak lagi menyia-nyiakan seluruh kesempatan yang ada seperti waktu yang lalu. Untuk itu, hati ini kembali ditata, kembali kepada-Nya. Bukan untuk satu bulan ini, tapi untuk satu tahun ke depan. Hingga menemui bulan penuh ampunan ini lagi.

Yang paling mencolok dan menarik perhatian saya di awal Ramadhan ini adalah perbedaan waktu awal bulan Ramadhan yang ditetapkan oleh pemerintah dan beberapa ormas Islam yang ada di Indonesia. Saya sendiri bukan berasal dari salah satu golongan ormas mana pun. Namun, pada kasus ini saya memilih (bukan memakai undian kancing lo ya) untuk mengikuti keputusan pemerintah. Awalnya saya memilih mengikuti pemerintah karena ajaran orang tua saya yang PNS (pemahaman yang paling dasar dan ngasal). Lalu ketika duduk di bangku sekolah saya mulai belajar ilmu agama dan bertambah yakin bahwa umat harus tunduk kepada pemerintahnya selama pemerintah berlaku adil dan bijaksana. Selain itu segala resiko mengenai hal ini akan ditanggung oleh si pembuat peraturan. Oke, saya rasa pemahaman saya mulai ada dasarnya. Dan sekarang, ketika saya sudah mencapai usia dewasa, di mana kita harus bisa berpikir, saya mulai berusaha memikirkan jalan mana yang harus saya ambil.

Ilmu agama bukanlah ilmu yang bisa dibuat sebagai mainan. Saya mulai mencari informasi dari berbagai macam sumber yang dapat dipercaya. Kenapa harus dari sumber yang dapat dipercaya, karena banyak sekali informasi yang tidak jelas di luar sana. Dan kembali ke bulan Ramadhan, saya mulai mencari tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Sejak tahun lalu, media sangat gencar menyebarkan informasi mengenai perbedaan yang ada di antara ormas Islam dan pemerintah, mulai dari tudingan bahwa pemerintah adalah arogan sampai tudingan salah satu ormas tidak mau mengalah hingga terjadi perpecahan umat. Dari awal saya melihat fenomena ini, saya masih yakin pada hati saya. Namun, kepercayaan dengan dasar yang rapuh harus saya perkuat lagi. Ada beberapa pilihan untuk membangun kepercayaan yang kuat, membongkar kepercayaan yang lama atau langsung saja menambah pondasi yang sudah ada. Saya biarkan otak saya mencari kebenaran dan dituntun hati tentunya tanpa tendensi ke golongan mana pun.

Pencarian saya akhirnya sampai juga di website rukyatul hilal. Website ini sudah pernah saya sambangi tahun lalu tapi hanya sekilas. Dari kemarin, ketika ramai-ramainya sidang isbat saya mulai datang lagi ke website itu. Belum puas, saya berselancar lagi dan mampir di blog salah satu ahli LAPAN milik pak djamaludin di sini. Nah, dari blog inilah saya mulai belajar mengenai astronomi. Waktu SMA saya sih mengakunya anak IPA dan materi mengenai siklus bulan sudah saya anggap gampang karena sudah dipelajari dari SD. Namun, ternyata saya salah. Banyak konsep yang belum saya pahami. Oke, saya memang dari generasi hapalan, yang penting hafal semua jawaban soal. Bagi teman-teman yang tertarik, coba saja membaca artikel yang ada di blog tersebut. Bagi saya, ada sedikit hasilnya. Saya tidak perlu merobohkan keyakinan saya (mengenai waktu Ramadhan) tapi cukup menguatkan pondasi yang sudah ada. Saya jadi tahu apa yang menjadi dasar keputusan pemerintah dan mengapa tahun lalu Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak kompak dengan Arab Saudi. Saya tidak ingin menyudutkan pandangan orang lain sih. Saya cuma gerah dengan tudingan-tudingan yang saling dilontarkan beberapa pihak yang berseberangan. Ketika umat di Indonesia, syukur-syukur di dunia sudah kompak, betapa bertambah indahnya bulan Ramadhan ini. iya tidak?


Sabtu, 30 Juni 2012

Oleh-oleh dari Agro Expo 2012

Oke, ketertarikan saya mengenai masalah pertanian sudah menggebu sejak masih duduk di bangku sekolah menengah dulu. Hingga kini semangat menggebu itu masih ada, walau kadang menghilang. jadi, ya bisa dibilang masih angin-anginan. Tahun lalu saya bahkan menyempatkan untuk pergi ke Agrinex, expo agribisnis tingkat nasional di JCC. Bulan lalu saya juga pergi ke expo di balai bibit Yogyakarta. Hari ini, giliran expo di Soropadan, Temanggung saya sambangi.

baliho expo yang menyapa pengunjung dikawal oleh traktor

Lahan untuk pameran agro di Soropadan ini sudah sejak lama aktif menyelenggarakan pameran tahunan sejak saya SMP kalau tidak salah ingat. Tapi, baru tahun ini saya berniat yang kemudian diikuti dengan langkah nyata untuk pergi ke sana. Saya pikir, pameran seperti ini tidak akan terlalu ramai, mengingat letaknya di daerah yang kurang ramai. Apalagi melihat expo di balai pembibitan Yogyakarta yang sangat sepi setelah jam makan siang (karena pengunjungnya rata-rata adalah pegawai dinas pertanian juga), saya makin pesimis. Sejak berada di angkutan umum, well saya lebih memilih naik angkutan umum agar lebih down to earth, banyak orang yang sudah membicarakannya. Uwow...expo ini menjadi tempat pariwisata juga untuk penduduk lokal. Oke, pameran ini ramai oleh penduduk sekitar, setidaknya ada pengunjung (masih pesimis).

Dari rumah, di daerah Kramat Magelang saya naik angkutan jurusan Temanggung sampai terminal Secang. Nah, dari sini pindah naik angkutan umum berwarna kuning. Kalau tujuan kita jalan-jalan, kita bisa mengikuti angkutan ini dan turun di depan soropadan expo. Namun, kalau tidak mau berlama-lama di jalan, kita bisa berhenti di pertigaan dekat lokasi tujuan dan berjalan kaki barang 5 menit. Dari pertigaan itu sudah tampak ramainya bendera-bendera sponsor dan mobil yang diparkir di pinggir jalan. Ehm, ralat bukan mobil, tapi bus mini. Uwow...plat bus yang ada bukan hanya AA, tapi ada juga K, G,H, dan lainnya. Errr....pengunjungnya dari segala penjuru Jawa Tengah rupanya.

pengunjung berduyun-duyun datang

Stan pengisi acara expo merupakan perwakilan dari beberapa dinas kota/kabupaten di Jawa Tengah. Ada juga perwakilan dari provinsi tetangga seperti DIY dan Jawa Barat. Karena saya tidak tampak sebagai konsumen yang potensial, saya lebih sering dianggap angin lalu oleh para petugas penjaga stan. Oke, tampilan saya agak lusuh mungkin bagi para pegawai negeri ini. Kawasan stan-stan daerah ini bukan tempat bagi saya. Sampai akhirnya saya berada di kebun percontohan. Aha, menyenangkan sekali!!! Perpaduan langit biru dan hijaunya hamparan tanaman membuat hati saya berdetak kencang, Amboi, indah nian tempat ini! Banyak hal yang menarik perhatian saya, seperti contoh irigasi tetes (drip irrigation) dan green house. Sayangnya, minim informasi mengenai teknologi penanaman ini, saya cuma bisa mengamati dengan seksama.

sesuai keterangan yang ditempel:contoh drip irrigation


green house buat nanem buncis (klo gak salah inget)


green house daun bawang

Keren yak kebunnya? Kalau Anda berpikir itu hal yang biasa, ini menandakan bahwa kita berbeda. Hahahahaha... Beberapa waktu ke depan semoga saya juga bisa membuat kebun yang demikian juga. amiiiiiiin

Sabtu, 19 Mei 2012

oleh-oleh nengok keponakan baru

Uwaaaa...saya punya keponakan baru dari seorang sahabat sejak SMA. Muhammad Awfa Fattah, bayi mungil yang lahir pada hari pendidikan nasional tahun ini. Masih sempat tidak percaya teman saya yang termasuk anak polos selama SMA sudah menimang bayi pertamanya di saat, kami, teman yang lainnya masih menggalau menatap masa depan. Tapi itulah hidup, kita tidak pernah tahu apa yang ada di depan sana.

ki-ka: saya, alfa dan awfa, binar

Awfa, bayi laki-laki yang kalau dilihat dari "angle" tertentu tampak sangat mirip dengan sang ayah, memiliki hobi tidur. Sejak saya datang berkunjung sampai saya pamitan pulang, si adek bayi tidak mau bangun dari tidur siangnya. Mungkin dia takut shock melihat dua orang tante yang terlalu cantik. Awfa juga beberapa kali melakukan senam ringan selama tidur, yaitu: ngulet! Lucunya bayi mungil yang sedang nyenyak ini. 

Melihat sahabat yang sudah menimang bayi, kami berdua (saya datang berdua dengan Binar) mendapat banyak cerita tentang kisah Alfa, si Ibu bayi lucu ini, ketika melakukan proses persalinan. Cerita apa saja, mulai dari persiapan kelahiran, sampai proses pecah ketuban hingga kelahiran melalui operasi caesar. Semua menjadi kisah menarik untuk didiskusikan (maklum ya, kami teman yang hobi diskusi dari dulu). Dan satu hal yang menjadi gong cerita. Diskusi dimulai dari obrolan dengan kakek si bayi, beliau menyarankan kami, para gadis muda ini untuk segera menikah. Hahahaha...

Siapa sih yang tidak ingin menikah? Apalagi di usia yang baru "hot-hot"nya, di awal 20an. Untuk kasus Binar, mungkin dia tinggal menunggu lamaran sang kekasih. Lah kalau saya? Masih sangat jauh dari visi saya. Masih belum lulus kuliah, belum mapan secara ekonomi, dan yang pasti belum ada pangeran berkuda putih yang sudi menoleh. Jangankan pangeran berkuda putih, punggawa pun belum tentu ada yang tertarik. Jadi, doa ayah sahabat saya amini saja. Kalau jodoh itu memang masih jauh, dengan doa beliau semoga dapat didekatkan. Hehehe...