Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 30 Juli 2012

Oleh-oleh Pembuatan Kompos

Pada beberapa post yang lalu saya bercerita saya membuat composter di rumah. Ibu tampak sangat bersemangat untuk mengisi composter dengan sampah-sampah rumah tangga yang jumlahnya tidak sedikit (menurut saya) itu. Setiap hari beliau dengan senangnya memotong-motong sampah sayuran menjadi potongan kecil agar sampah mudah terdegradasi menjadi kompos.

Kami belajar bersama dalam membuat kompos ini. Ada beberapa hal yang kami temukan sejauh ini. Awalnya ada beberapa semut yang tertarik dengan sampah yang dikumpulkan di tong composter. Sesuai saran orang-orang yang pernah membuat kompos sebelumnya, saya siram sampah-sampah itu dengan sedikit air dan mengaduk-aduk hingga rata.

Tadi pagi ada lagi yang muncul. Lalat! Ada seekor lalat buah di dalam composter. Bukan pertanda baik bila lalat mulai tertarik. Saya pikir tumpukan sampah ini kekurangan bahan kering. Karena tidak ada daun kering yang bisa saya tambahkan, saya tambahkan ke dalam composter potongan kertas koran. Hal ini bisa membuat permukaan sampah basah menjadi tertutup dan mengurangi perhatian lalat.

Dan saat ini saya sedang mencari cara bagaimana cara untuk mempercepat pengomposan. Entah memakai bakteri EM4 atau mengestrak bakteri (oke, ini bukan istilah yang tepat) dari bahan alami. Dan tampaknya saya harus membuat satu composter lagi. Ketika composter yang pertama penuh, saya bisa mulai mengisi composter kedua dan menunggu sampah di composter pertama matang dan menjadi kompos.

Oleh-oleh belajar menjadi ibu rumah tangga

Haha! Judul postingan kali ini sedikit aneh. Untuk terus menerus menulis hari keberapa di bulan ramadhan ini tampaknya memperlihatkan betapa jarangnya saya menulis dan berkegiatan. Tapi bagaimanapun saya mencoba untuk menulis daripada catatan harian saya menguap begitu saja atau hanya saya simpan sendirian. Toh di tulisan saya tidak banyak menulis mengenai kehidupan pribadi saya.

Kenapa harus belajar menjadi ibu rumah tangga? Karena itu adalah fitrah sebagai seorang wanita. Walau saya akan menjadi wanita karir nantinya, saya toh tetap harus mengurus rumah selayaknya ibu. Dan hingga saat ini saya masih berperilaku seperti anak kecil di rumah. Secara tidak langsung hati saya mulai menunjukkan sisi keibuan tanpa disadari. Banyak hal yang dalam otak saya bekerja selayaknya seorang ibu, contohnya mulai belajar memasak.

Oke, saya tertarik untuk memasak sejak lama, namun saya jarang melakukannya. Ketika di kos, yang membuat saya malas memasak adalah saat saya harus makan hasil masakan saya sendirian. Sangat tidak menyenangkan. Parahnya, ketika di rumah, saya juga jadi malas memasak karena jarang ada yang menghabiskan makanan hasil masakan saya kecuali saya sendiri. Mungkin hal ini terjadi karena masakan saya jarang memperhatikan penampilan.

Hari ini saya mendapatkan tips untuk membuat gorengan ketika menonton acara ITADAKIMASU di channel NHK. Dan sore ini juga langsung saya praktekkan. Hasilnya tidak mengecawakan secara penampilan. Namun, saya lupa pada segi rasa.Jamur goreng yang saya buat tidak ada rasanya! Haha, saya lupa menambahkan garam di adonan tepungnya. Oke, kalau begini lain kali saya akan lebih hati-hati. Setidaknya saya belajar untuk menggoreng dengan konsistensi adonan yang baik dan suhu penggorengan yang tepat. Adonan tepung yang saya buat masih memiliki beberapa bagian tepung yang menggumpal, hal ini bisa membuat hasil gorengan tidak basah oleh minyak. Selain itu suhu minyak sewaktu menggoreng harus cukup panas, namun tidak menggosongkan gorengan.

Minggu, 29 Juli 2012

Oleh-oleh untuk mengisi ramadhan hari ke-8 : mari membuat KOMPOS

Yey, akhirnya kesampaian juga untuk membuat composter. Rencananya sudah dibuat sejak tahun lalu sebenarnya, tapi karena satu alasan dan lainnya akhirnya baru bisa direalisasikan sekarang. Masalah sampah rumah tangga sebelum berada di perumahan padat penduduk ini tidak terlalu terasa karena di belakang rumah masih ada kebun kecil. Nah, di kebun kecil itu ada lubang sampah yang cukup besar dan hampir setiap hari bapak membakar sampah yang terkumpul. Sangat tidak ramah lingkungan memang, tapii begitulah biasanya kami memperlakukan sampah.

Duluuuuuu, waktu KKN di daerah Selopamioro, salah satu kegiatan kelompok kami adalah membuat kompos. Sejak itu saya tertarik untuk membuat kompos sendiri. Setelah setahun bergelut dengan berbagai literatur, saya baru memberanikan diri untuk mencoba langsung sekarang. Tuntutan dari ibu yang sudah sangat kerepotan dalam mengurus sampah menjadi alasan utama. "Sayang kalau dibuang percuma, sampah organiknya banyak soalnya", alasan ibu agar saya segera membuat composter.

Awalnya saya masih ingin mencari literatur, tapi saya tersadar, literatur sebanyak apapun tidak akan cukup kalau tidak langsung dipraktekkan. Kreasi dimulai dengan mencari ember cat bekas yang ada di rumah. Ember ini harus dilubangi agar sampah organik bisa mendapat udara segar nantinya. Hem...bagaimana caranya melubangi ember bila kita tidak memiliki bor? Pakai paku, sulit, permukaan ember itu bulat dan licin. Cara paling mudah dan tidak merepotkan adalah membawanya ke tukang bor! Bukan ke tukang bor sumur lo yaaaa... Di dekat rumah ada bengkel pembuat perabot rumah dari besi, jadi saya bawa sajalah ember itu ke sana. Tinggal minta bor di bagian mana saja dan ukurannya seberapa besar, tralalala...sudah jadi composternya!!!

Langsunglah setelah selesai memasak, ibu dengan senangnya membuang sampah organik ke composter. Sisa sayuran dipotong kecil-kecil untuk mempermudah proses pembusukan. Agar tidak terlalu basah bisa ditambah dengan kertas bekas. Sip, selesai! Semoga berhasil. Pengomposan kali ini tidak menggunakan bakteri pengurai, jadi mungkin agak lama prosesnya hingga menjadi kompos. Kalau memang terlalu lama, sudah direncanakan untuk membeli em4 di toko pertanian.

Untuk teman-teman yang ingin membuat juga, silakan. Nanti kita berbagi pengalaman karena saya pun masih belajar, masih belum menemukan cara yang tepat. Untuk daftar bahan yang bisa dikompos dan tidak, monggo dilihat di sini. Kalau ada semut yang menghampiri composter Anda, mungkin sampahnya terlalu kering dan butuh diberi air sedikit. Kalau ada lalat, bisa ditambah sampah keringnya.

Kamis, 26 Juli 2012

Oleh-oleh ramadhan hari kesekian..(hehe)

Tampaknya sudah menjadi sifat saya, bukan lagi kebiasaan untuk tidak menepati janji. Awal ramadhan lalu saya bertekad untuk menulis di blog setiap hari minimal satu post. Dan semenjak itu saya baru menulis lagi hari ini.

Hari ini adalah hari kedua saya berpuasa setelah beberapa hari di awal bulan ramadhan saya tidak bisa menjalankan ibadah puasa. Tidak ada ibadah, tidak ada kegiatan istimewa, dan tidak ada koneksi internet yang memadai. Yak, serentetan alasan yang membuat saya mangkir dari kegiatan menulis blog. dan hari ini pun menjadi lebih parah. Sejak malam sebelumnya, jumlah waktu untuk kegiatan tidur, yang  juga menjadi ibadah ketika bulan puasa, adalah 12 jam! Waduh. Hanya karena saya terlalu letih melakukan perjalanan jogja-magelang. Hehe... (oke, kemalasan saya terekspos dengan jelas sekarang)

Berbicara tentang puasa, tidak jos kalau tidak membicarakan menu berbuka puasa. Hari ini cemilan berbuka puasa adalah MISRO!!! alias amis di jero. Istilah tersebut merupakan istilah dalam bahasa sunda yang artinya manis di dalam. Bentuknya hampir seperti combro, namun isinya adalah gula jawa bukan oncom. Makanan ini adalah makanan yang simpel sebenarnya, hanya berupa parutan singkong yang dibentuk bulat dan diisi gula jawa di tengahnya lalu digoreng. Namun, percaya atau tidak, saya membutuhkan waktu sekitar 2 jam hanya untuk memarut singkongnya. Bukan karena jumlah singkong yang banyak, hanya 3 buah singkong sebesar lengan saja. Saya memang tidak terbiasa memarut dengan parutan kelapa. Acara memasak kali ini pun bisa dikatakan sebagai olah raga, olah raga melatih  otot lengan! Hehehehe

Sabtu, 21 Juli 2012

Oleh-oleh Ramadhan hari pertama : belajar astronomi

Ternyata catatan saya yang lalu sangat random. Tidak jelas ke mana arah pembicaraannya. Bahkan saya lupa bahwa tujuan awal tulisan saya adalah untuk menuliskan tekad saya untuk membuat jurnal selama bulan Ramadhan ini. Saya ingin Ramadhan tahun ini tidak menguap begitu saja setelah bulan Syawal datang dan berganti bulan yang lain. Beberapa hari yang lalu saya dan teman saya Rosa, bersepakat untuk menuliskan pengalaman berpuasa pada tahun ini di blog kami masing-masing. Apapun kesulitannya, akan saya coba menulis rutin setiap hari dan dimulai dari hari ini.

Ramadhan hari pertama Ramadhan ini belum saya rasakan. Karena keterbatasan wanita (bisa juga disebut keringanan untuk wanita), saya sedang diharamkan untuk berpuasa. Entah kenapa, karena saya nganggur, karena saya tidak keluar rumah, atau karena saya dasarnya malas, suasana bulan puasa belum juga terasa. Masih ada yang hampa seperti itulah.

Kegiatan satu hari inipun masih seperti hari yang lalu, surfing di dunia maya, bantu-bantu ayah yang sedang nge-cat dan tidur. Dan yang masih sama juga dengan hari kemarin, saya masih penasaran dengan astronomi. Sampai saat ini saya masih hafal apa yang saya pelajari tentang bumi, matahari, dan bulan ketika duduk di bangku SD. Saya juga masih bisa menggambar dengan baik bagaimana gerhana bisa terjadi dan juga bagaimana bisa ada pergantian musim. Tapi tiba-tiba saya berpikir, kenapa gerhana tidak terjadi setiap bulannya, atau kenapa semua itu bisa terjadi? Saya akui, konsep dasar saya tidak lengkap. Ada beberapa hal yang saya tidak ketahui. Terlebih selama ini saya hanya bergantung dari buku paket yang dibagikan.

Saya adalah pembelajar yang lebih banyak menggunakan media visual. Saya bayangkan model visual antara bumi, matahari, dan bulan. Masih saja saya kebingungan. Dan akhirnya saya menemukan beberapa model yang setidaknya bisa membantu. Salah satunya adalah simulasi yang disediakan di website milik University of Nebraska (bisa dilihat di sini). Di sini ada berbagai macam simulasi di dunia astronomi. Selain itu ada juga website exploratorium yang memberikan berbagai macam informasi mengenai gerhana di sini. Di youtube juga terdapat beberapa video yang menjelaskan bagaimana matahari, bumi, dan bulan berinteraksi (hem..saya tidak menemukan istilah yang lebih baik dari ini).

Oke, that's it for today. Semoga saya bisa lebih baik di hari esok dan esoknya, begitu pula dengan Anda.

Jumat, 20 Juli 2012

Marhaban yaa Ramadhan

Hari ini saya sedang tidak ke mana-mana, jadi tidak ada oleh-oleh untuk tulisan kali ini. Hari ini saya sibuk bersantai tanpa pekerjaan berarti. Memandangi Bapak yang masih saja sibuk membenahi rumah baru yang sudah direnovasi selama 2 bulan lamanya, merusak jadwal makan siang karena salah dalam memasak nasi, dan marah-marah melihat adik semata wayang yang leletnya bukan main. Jadwal yang sangat padat bukan? Itu masih belum ada apa-apanya, agenda paling besar saya saat ini adalah menata hati. Ramadhan sudah di depan mata (bahkan sudah ada beberapa saudara Muslim yang memulai ibadah puasanya). Tapi entah kenapa belum terasa gregetnya hingga lubuk hati paling dalam. Mungkin hati saya memang sudah tertutupi oleh logika duniawi semata.

Selamat datang wahai bulan penuh berkah. Semoga tahun ini saya tidak lagi menyia-nyiakan seluruh kesempatan yang ada seperti waktu yang lalu. Untuk itu, hati ini kembali ditata, kembali kepada-Nya. Bukan untuk satu bulan ini, tapi untuk satu tahun ke depan. Hingga menemui bulan penuh ampunan ini lagi.

Yang paling mencolok dan menarik perhatian saya di awal Ramadhan ini adalah perbedaan waktu awal bulan Ramadhan yang ditetapkan oleh pemerintah dan beberapa ormas Islam yang ada di Indonesia. Saya sendiri bukan berasal dari salah satu golongan ormas mana pun. Namun, pada kasus ini saya memilih (bukan memakai undian kancing lo ya) untuk mengikuti keputusan pemerintah. Awalnya saya memilih mengikuti pemerintah karena ajaran orang tua saya yang PNS (pemahaman yang paling dasar dan ngasal). Lalu ketika duduk di bangku sekolah saya mulai belajar ilmu agama dan bertambah yakin bahwa umat harus tunduk kepada pemerintahnya selama pemerintah berlaku adil dan bijaksana. Selain itu segala resiko mengenai hal ini akan ditanggung oleh si pembuat peraturan. Oke, saya rasa pemahaman saya mulai ada dasarnya. Dan sekarang, ketika saya sudah mencapai usia dewasa, di mana kita harus bisa berpikir, saya mulai berusaha memikirkan jalan mana yang harus saya ambil.

Ilmu agama bukanlah ilmu yang bisa dibuat sebagai mainan. Saya mulai mencari informasi dari berbagai macam sumber yang dapat dipercaya. Kenapa harus dari sumber yang dapat dipercaya, karena banyak sekali informasi yang tidak jelas di luar sana. Dan kembali ke bulan Ramadhan, saya mulai mencari tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Sejak tahun lalu, media sangat gencar menyebarkan informasi mengenai perbedaan yang ada di antara ormas Islam dan pemerintah, mulai dari tudingan bahwa pemerintah adalah arogan sampai tudingan salah satu ormas tidak mau mengalah hingga terjadi perpecahan umat. Dari awal saya melihat fenomena ini, saya masih yakin pada hati saya. Namun, kepercayaan dengan dasar yang rapuh harus saya perkuat lagi. Ada beberapa pilihan untuk membangun kepercayaan yang kuat, membongkar kepercayaan yang lama atau langsung saja menambah pondasi yang sudah ada. Saya biarkan otak saya mencari kebenaran dan dituntun hati tentunya tanpa tendensi ke golongan mana pun.

Pencarian saya akhirnya sampai juga di website rukyatul hilal. Website ini sudah pernah saya sambangi tahun lalu tapi hanya sekilas. Dari kemarin, ketika ramai-ramainya sidang isbat saya mulai datang lagi ke website itu. Belum puas, saya berselancar lagi dan mampir di blog salah satu ahli LAPAN milik pak djamaludin di sini. Nah, dari blog inilah saya mulai belajar mengenai astronomi. Waktu SMA saya sih mengakunya anak IPA dan materi mengenai siklus bulan sudah saya anggap gampang karena sudah dipelajari dari SD. Namun, ternyata saya salah. Banyak konsep yang belum saya pahami. Oke, saya memang dari generasi hapalan, yang penting hafal semua jawaban soal. Bagi teman-teman yang tertarik, coba saja membaca artikel yang ada di blog tersebut. Bagi saya, ada sedikit hasilnya. Saya tidak perlu merobohkan keyakinan saya (mengenai waktu Ramadhan) tapi cukup menguatkan pondasi yang sudah ada. Saya jadi tahu apa yang menjadi dasar keputusan pemerintah dan mengapa tahun lalu Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak kompak dengan Arab Saudi. Saya tidak ingin menyudutkan pandangan orang lain sih. Saya cuma gerah dengan tudingan-tudingan yang saling dilontarkan beberapa pihak yang berseberangan. Ketika umat di Indonesia, syukur-syukur di dunia sudah kompak, betapa bertambah indahnya bulan Ramadhan ini. iya tidak?