Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 12 November 2014

Oleh-oleh dari Nonton Masha and The Bear


Tahu film kartun Masha and The Bear? Yang tayang di salah satu televisi swasta di Indonesia dua kali sehari. Kalau sedang berada di rumah, ini tontonan wajib karena keponakan saya yang berusia setahun sangat suka film ini. Ceritanya lucu, tapi kadang menyebalkan. Si tokoh perempuan cilik ini tingkahnya bikin kepala puyeng.

Dari sekian banyak episode yang terus menerus diulang, ada satu episode yang menarik perhatian saya, Jam Season. Kurang lebih itu judulnya, isinya tentang Masha dan Bear yang membuat selai. Nah, jenis-jenis selai yang dibuat Masha ini macam-macam, lebih tepatnya aneh-aneh.



Masha sedang memasak selai sambil bernyanyi



Macam-macam selai yang dibuat Masha


Selai buah cheri sih biasa, tomat pun tidak aneh kalau dibuat sebagai selai, walau nggak utuh-utuh begitu bentuknya. Selai timun pun juga ada di dunia kuliner barat. Kalau di Indonesia timun paling hanya menjadi acar. Selai wortel? Yeiks, rasanya tidak bisa dibayangkan, tapi ada lo.. Bahkan selai jamur pernah ada yang membuatnya. Dari hasil pencarian saya di alat pencari Google, ada berbagai jenis jamur yang dijadikan selai, seperti shitake dan beberapa jenis jamur liar. Karena selai adalah cara untuk mengawetkan buah atau sayur dengan gula, jadi saya rasa hampir semua jenis buah dan sayur bisa dibuat selai. Karena tidak semua buah dan sayur mengandung pectin yang cukup untuk membentuk struktur selai, jadi bisa ditambah pectin.


Nah, itu jenis-jenis selai yang cukup aneh bagi saya dan sulit untuk dibayangka. Ada satu lagi jenis selai yang dibuat oleh Masha dan menurut saya itu sangat fiktif. Itu adalah selai buah pinus!! Bagaimana bisa kita makan buah pinus? Paling bagian dari buah pinus yang bisa dimakan hanya bijinya, bukan?



Selai buah pinus buatan Masha


Bukan Naning namanya kalau tidak iseng mencari di Google. Hasilnya, ternyata ada. Di daerah Ukraina ada yang membuat selai buah pinus. Bukan yang kering seperti di gambar sih, tapi buah yang masih muda, yang masih berwarna hijau. Selai ini dipercaya untuk mengobati diabetes, tapi saya masih sangsi, kan kandungan gulanya banyak, mana bisa untuk diabetes?

Ya begitulah pengalaman yang saya dapat dari menonton Masha ans the Bear. Walau hanya tontonan untuk anak kecil, bagi saya tontonan ini memberi ilmu baru di khazanah kuliner di otak saya. Mungkin lain kali saya bisa coba untuk membuat beberapa selai di atas. Hahaha...

Kamis, 18 September 2014

Oleh-oleh dari Pasar Beringharjo : Radio Bekas


Terbiasa mendengarkan suara radio dari bangun tidur sampai tidur lagi, ketiadaan radio di kamar agak mengganggu. Sebelumnya, di kamar kos ada dua buah radio, tapi sekarang satu radio saya kembalikan ke rumah, satu lagi saya kembalikan ke pemilik aslinya, kakak saya. Memang bisa sih, mendengarkan radio dari perangkat telepon genggam, sayangnya kurang nyaman. Agaknya membeli radio sendiri adalah jalan keluar yang baik.

Harga radio baru dengan merk P***s***c masih jauh dari jumlah uang yang saya punya. Kisaran harga radio baru di pasaran saat ini masih berada di level Rp. 180.000,00 sampai Rp. 200.000,00. Iseng yang diniati, saya pergi ke pasar Beringharjo. Di lantai 3 sayap utara, ada beberapa kios elektronik yang menyediakan barang bekas dan baru.

Wahaaa... Bahagia sekali di sini, ada banyak radio bekas yang saya incar, dengan berbagai model. Saya hanya mampir di satu kios saja, soalnya ibu penjualnya sudah ramah sekali, bahkan saya diperbolehkan mengobrak-abrik persediaan radio bekas di sana. Membeli barang bekas membutuhkan kejelian yang lebih daripada ketika membeli barang baru. Model yang kita inginkan belum tentu memiliki kondisi yang masih baik. Harus coba sana, coba sini, sampai yang paling oke ketemu. Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli radio 2 band yang seperti di gambar. Suara yang dihasilkan masih sangat bagus, walaupun sudah banyak goresan dan agak kotor. Ibu penjualnya berbaik hati menukarkan penutup rumah baterai dengan yang lebih bagus. Itu bonus karena saya nggak bisa menawar, jadi saya tetap harus membayar Rp. 85.000,00.

Radio masih memiliki penggemarnya. Salah satunya, saya.

Jumat, 02 Mei 2014

Oleh-oleh dari Asia Tengah: Trilogi karya Agustinus Wibowo


Sebagai pembaca pemula, saya pertama kali mendengar nama Agustinus Wibowo sekitar bulan Februari tahun lalu. Waktu itu, salah satu kawan kos memesan buku beliau yang akan terbit. Kawan saya salah satu orang yang beruntung untuk mendapatkan bukunya melalui pre-order. Sebelum ini saya adalah penikmat buku petualang anak-anak karangan Enid Blyton dan juga komik. Saya bukan termasuk orang yang mengikuti buku-buku yang baru terbit. Kembali ke buku Agustinus Wibowo. Buku pertama yang saya tahu adalah TITIK NOL. Impresi awal saya adalah saya menyukai sampul bukunya. Pemandangan langit biru, pemandangan yang sangat saya sukai.

Saya sangat menyukai buku ketiga dari Agustinus ini. Ceritanya tidak melulu tentang perjalanan layaknya buku travelling lainnya. Ini bukan buku perjalanan biasa, ini buku perjalanan hidupnya. Agustinus tidak saja menceritakan apa yang dia lihat, tapi juga apa yang dia rasakan. Cerita perjalanan keliling dunianya silih berganti dengan cerita mengenai tanah kelahirannya dan juga ibunya, keluarganya. Bagi saya, ini buku yang menggerakkan hati pembacanya. Tidak hanya sekali saya menitikkan air mata.

Penasaran, saya tertarik untuk membaca buku Agustinus yang lainnya. Sebagai mahasiswa pelit, saya berusaha mencari pinjaman. Masih dari kawan kos saya. Buku kedua yang saya baca adalah GARIS BATAS. Saya memilih buku ini juga dengan alasan sampul buku yang lebih menarik dari buku pertamanya, SELIMUT DEBU. Dari buku garis batas ini, menurut saya Agustinus benar-benar berhasil mengisahkan si garis yang membatasi. Betapa alam dan manusia bersatu padu menciptakan garis pembatas yang lebih sering tak kasat mata namun sangat terasa. Ketika kita melompati si garis pembatas, kita akan merasakan dunia yang berbeda. Penggambaran mengenai negara-negara “Stan” yang selama ini tidak pernah saya ketahui lebih dari sekedar nama ibu kotanya, sungguh di menyenangkan. Perjalanan yang menurut saya tidak mudah, walau mungkin lebih ringan dibandingkan perjalanannya di buku titik nol yang saya baca sebelumnya.

Terakhir, buku yang paling saya enggan untuk membacanya. Buku pertama Agustinus yang bercerita tentang perjalannya di Afghanistan. Judul dan sampul bukunya bagi saya sangat kelam, tidak terlalu menarik untuk saya baca. Sampai akhirnya ada diskon lumayan besar di toko buku terbesar di Indonesia. Waktu itu hanya ada satu buku Selimut Debu yang tersisa. Tanpa pikir panjang, saya ambil saja. Proses membaca buku ini juga lebih lama dibanding dua buku lainnya. Kisah perjalanan yang lebih kelam, lebih banyak darah berceceran, lebih banyak derita. Bukan saja derita penulis selama perjalanan, tapi juga penderitaan masyarakat yang ditemuinya. Entah manusia yang berubah untuk dapat bertahan hidup ataukah alam yang berubah menjadi kejam karena manusia tidak berperilaku baik. Mungkin saja keduanya terjadi saling saut-menyaut. Agutinus bercerita mengenai negara yang diselimuti perang, Afghanistan, tapi pikiran saya terbang mengelilingi tanah air saya, membayangkan masih banyak orang yang belum bisa kenyang ataupun merasakan kehangatan. Saya patut bersyukur masih bisa merasakan kekenyangan karena terlalu banyak makan, bahkan hingga obesitas, merasakan hangatnya selimut, merasakan udara yang sejuk, dan tentu dapat membaca banyak buku tanpa banyak kesulitan. Rasa syukur yang diikuti rasa bersalah karena belum bisa membagi kebahagiaan saya pada orang lain.

Senin, 24 Februari 2014

Oleh-oleh dari POSTCROSSING


Tada! Saya punya kegemaran satu lagi. Sekarang adalah saatnya berkorespondensi...! Bukan dengan surat, tapi dengan kartu pos. Sudah lama saya tidak berhubungan dengan hal-hal berbau pos. Duluuuu sekali saya pernah mengumpulkan beberapa SHP (Sampul Hati Pertama) dan kakak saya pernah mengumpulkan perangko. Dan itu sudah lamaaaaa sekali tidak kami hiraukan. Hingga akhirnya saya menemukan situs postcrossing.

Postcrossing ini situs yang unik menurut saya. Alih-alih menghubungkan orang-orang di dunia maya, situs ini menghubungkan orang yang tidak saling kenal secara nyata. Memang tidak mempertemukan orang secara fisik, tapi cukuplah kartu pos kita terima, itu termasuk hal yang nyata menurut saya. Ini cukup unik untuk saya. Seseorang di antah berantah mengirim kartu pos untuk orang yang juga tidak dia kenal. Kalau pengirimnya bukan orang yang memiliki niat, tidak mungkin kan dia sampai bersusah payah mengirim kartu pos untuk orang yang tidak dikenal.

Mengirim kartu pos saat ini bukanlah hal yang mudah. Saya yang saat ini lebih sering berada di Yogyakarta mungkin masih relatif mudah, mudah untuk mendapatkan kartu pos, perangko, juga kantor pos untuk mengirimkannya. Sayangnya, di beberapa daerah, termasuk di Magelang, kota asal saya, mengirim barang pos menggunakan perangko adalah hal yang lumayan rumit. Kantor pos memang masih berdiri gagah, tapi untuk mendapatkan perangko di kantor pos bukanlah hal yang mudah. Pernah suatu kali karena tidak menemukan gambar perangko yang menarik di kantor pos Yogyakarta, saya iseng ke kantor pos Magelang waktu pulang kampung. Di sana saya hanya mendapatkan dua perangko bernilai 5000 dan salah satunya sudah terobek sedikit. Itu bisa saya dapatkan setelah petugasnya mencar-cari di bagian dalam kantor. Lebih parahnya, tarif yang ditetapkan di kantor pos Magelang berbeda dengan tarif dari kantor pos besar Yogyakarta. Nilai perangko yang harus saya tempelkan di kartu pos saya sekitar 10.000 rupiah atau mau amannya bisa sampai 15.000. Jangankan di Magelang, sewaktu saya ke kantor pos cabang UGM, saya juga mendapatkan kesulitan yang sama seperti di kantor pos Magelang. Untuk kantor pos besar Yogyakarta tarif pengirimannya sebagai berikut:
-Asia 5.000
-Eropa 7.500
-Amerika 8.000

Untuk beberapa orang, mungkin biaya yang harus dikeluarkan untuk mengirim kartu pos terlalu mahal. Di zaman globalisasi saat ini akan lebih mudah dan lebih murah untuk bertemu secara maya. Untuk saya sendiri, mendapatkan kiriman yang dapat saya rasakan dengan panca indera tentu lebih menyenangkan. Mengirimkan kartu pos juga memiliki seni tersendiri. Menentukan kartu pos yang akan kita kirim, apakah akan membeli di toko atau membuat sendiri, memilih perangko yang menarik, dan juga menentukan waktu yang tepat karena sebagai mahasiswa yang tidak memiliki sumber keuangan yang mandiri, saya harus menyesuaikan dengan pengeluaran saya yang lain. Hobi mengirim kartu pos memang bukan hobi yang murah, tapi untuk saya, ini membuahkan kepuasan tersendiri ketika mengetahui orang yang menerima menyukai kartu pos kiriman kita, dan tentu ketika kita menerima kartu pos yang unik dari berbagai negara. Saya cinta kartu pos!

Oleh-oleh dari Imel

Siapakah Imel? Imel adalah salah satu teman kos saya saat ini. Apa oleh-oleh dari Imel? Dari mana dia? Ehm...kalau oleh-oleh barang, biasanya dia membawa makanan. Makanan yang baru saja dia berikan pada saya adalah pia mangkok dari Malang. Bukan Imel yang pulang dari Malang, dia hanya mendapat kiriman dari temannya. Dan kau tahu apa rasa pia itu? Itu adalah pia isi TENGKWEE...! Apa itu tengkwee? Enakkah? Saya juga tidak tahu pasti apa tengkwee itu. Kalau menurut informasi yang saya dapat dari dunia maya, tengkwee adalah manisan dari buah bligo. Enak dong, manisan. Iya, kalau rasanya manis, tapi yang ini rasanya seperti abon dan awalnya saya sangka itu adalah pia rasa abon sampai saya merasakan ada sesuatu seperti manisan pala di dalamnya. Oke, singkat kata, tengkwee menurut saya memiliki rasa yang unik.  
  
Oke, cukup tentang pia rasa tengkweenya. Bukan itu yang ingin saya ceritakan. Lalu apa? Tentang oleh-oleh kata-kata dari Imel yang membuat saya sadar. Aaah...mulai berat ini bahasanya. Memang, kan saya suka berfilosofi. Sudahlah, cepat ceritakan! Jadi, Imel ini adalah salah satu korban bullying saya dulu. Dia berasal dari Banyuwangi dan baru saja menyelesaikan studinya di Malang. Karena dia lulusan fakultas geografi, isenglah saya menanyakan beberapa pertanyaan yang berkaitan tentang peta dunia. Dari situ, Imel mulai saya permalukan karena dia gagal menjawab beberapa pertanyaan nama ibu kota negara. Ditambah lagi dengan sifat polosnya dulu, semakin dia bingung, semakin bahagia saya. Sayangnya, sekarang kondisi berbalik. Setelah saya puas mem-bully Imel, sekarang giliran Imel. Imel gemar sekali mencari kelemahan saya. Dia bisa sangaaaaat bahagia ketika tahu saya tidak mengetahui sesuatu, walau sekedar ketidaktahuan saya tentang artis ibu kota. 
  
So what? Ya nggak apa-apa. Saya cuma mau cerita itu saja. Sikap Imel terhadap saya kan juga buah dari sikap saya terhadap dia. Berarti selama ini saya terlalu sombong, suka merendahkan orang lain. Saya baru bisa merasakan itu ketika saya juga lebih rendah dari orang lain. Itu membuat saya sadar. Jadi, kamu mau merubah sikapmu? Ya..mungkin, tergantung situasi. Hehehehehe.... He? Ah, tidak...tidak.... Saya bercanda. Tentu saya akan merubah sikap saya sedikit demi sedikit. Saya ingin menjadi orang yang lebih humble dan tidak menghakimi orang lain. Menjadi bermanfaat untuk orang lain itu lebih baik, bukan? 
Sekian