Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 24 Februari 2014

Oleh-oleh dari POSTCROSSING


Tada! Saya punya kegemaran satu lagi. Sekarang adalah saatnya berkorespondensi...! Bukan dengan surat, tapi dengan kartu pos. Sudah lama saya tidak berhubungan dengan hal-hal berbau pos. Duluuuu sekali saya pernah mengumpulkan beberapa SHP (Sampul Hati Pertama) dan kakak saya pernah mengumpulkan perangko. Dan itu sudah lamaaaaa sekali tidak kami hiraukan. Hingga akhirnya saya menemukan situs postcrossing.

Postcrossing ini situs yang unik menurut saya. Alih-alih menghubungkan orang-orang di dunia maya, situs ini menghubungkan orang yang tidak saling kenal secara nyata. Memang tidak mempertemukan orang secara fisik, tapi cukuplah kartu pos kita terima, itu termasuk hal yang nyata menurut saya. Ini cukup unik untuk saya. Seseorang di antah berantah mengirim kartu pos untuk orang yang juga tidak dia kenal. Kalau pengirimnya bukan orang yang memiliki niat, tidak mungkin kan dia sampai bersusah payah mengirim kartu pos untuk orang yang tidak dikenal.

Mengirim kartu pos saat ini bukanlah hal yang mudah. Saya yang saat ini lebih sering berada di Yogyakarta mungkin masih relatif mudah, mudah untuk mendapatkan kartu pos, perangko, juga kantor pos untuk mengirimkannya. Sayangnya, di beberapa daerah, termasuk di Magelang, kota asal saya, mengirim barang pos menggunakan perangko adalah hal yang lumayan rumit. Kantor pos memang masih berdiri gagah, tapi untuk mendapatkan perangko di kantor pos bukanlah hal yang mudah. Pernah suatu kali karena tidak menemukan gambar perangko yang menarik di kantor pos Yogyakarta, saya iseng ke kantor pos Magelang waktu pulang kampung. Di sana saya hanya mendapatkan dua perangko bernilai 5000 dan salah satunya sudah terobek sedikit. Itu bisa saya dapatkan setelah petugasnya mencar-cari di bagian dalam kantor. Lebih parahnya, tarif yang ditetapkan di kantor pos Magelang berbeda dengan tarif dari kantor pos besar Yogyakarta. Nilai perangko yang harus saya tempelkan di kartu pos saya sekitar 10.000 rupiah atau mau amannya bisa sampai 15.000. Jangankan di Magelang, sewaktu saya ke kantor pos cabang UGM, saya juga mendapatkan kesulitan yang sama seperti di kantor pos Magelang. Untuk kantor pos besar Yogyakarta tarif pengirimannya sebagai berikut:
-Asia 5.000
-Eropa 7.500
-Amerika 8.000

Untuk beberapa orang, mungkin biaya yang harus dikeluarkan untuk mengirim kartu pos terlalu mahal. Di zaman globalisasi saat ini akan lebih mudah dan lebih murah untuk bertemu secara maya. Untuk saya sendiri, mendapatkan kiriman yang dapat saya rasakan dengan panca indera tentu lebih menyenangkan. Mengirimkan kartu pos juga memiliki seni tersendiri. Menentukan kartu pos yang akan kita kirim, apakah akan membeli di toko atau membuat sendiri, memilih perangko yang menarik, dan juga menentukan waktu yang tepat karena sebagai mahasiswa yang tidak memiliki sumber keuangan yang mandiri, saya harus menyesuaikan dengan pengeluaran saya yang lain. Hobi mengirim kartu pos memang bukan hobi yang murah, tapi untuk saya, ini membuahkan kepuasan tersendiri ketika mengetahui orang yang menerima menyukai kartu pos kiriman kita, dan tentu ketika kita menerima kartu pos yang unik dari berbagai negara. Saya cinta kartu pos!

Oleh-oleh dari Imel

Siapakah Imel? Imel adalah salah satu teman kos saya saat ini. Apa oleh-oleh dari Imel? Dari mana dia? Ehm...kalau oleh-oleh barang, biasanya dia membawa makanan. Makanan yang baru saja dia berikan pada saya adalah pia mangkok dari Malang. Bukan Imel yang pulang dari Malang, dia hanya mendapat kiriman dari temannya. Dan kau tahu apa rasa pia itu? Itu adalah pia isi TENGKWEE...! Apa itu tengkwee? Enakkah? Saya juga tidak tahu pasti apa tengkwee itu. Kalau menurut informasi yang saya dapat dari dunia maya, tengkwee adalah manisan dari buah bligo. Enak dong, manisan. Iya, kalau rasanya manis, tapi yang ini rasanya seperti abon dan awalnya saya sangka itu adalah pia rasa abon sampai saya merasakan ada sesuatu seperti manisan pala di dalamnya. Oke, singkat kata, tengkwee menurut saya memiliki rasa yang unik.  
  
Oke, cukup tentang pia rasa tengkweenya. Bukan itu yang ingin saya ceritakan. Lalu apa? Tentang oleh-oleh kata-kata dari Imel yang membuat saya sadar. Aaah...mulai berat ini bahasanya. Memang, kan saya suka berfilosofi. Sudahlah, cepat ceritakan! Jadi, Imel ini adalah salah satu korban bullying saya dulu. Dia berasal dari Banyuwangi dan baru saja menyelesaikan studinya di Malang. Karena dia lulusan fakultas geografi, isenglah saya menanyakan beberapa pertanyaan yang berkaitan tentang peta dunia. Dari situ, Imel mulai saya permalukan karena dia gagal menjawab beberapa pertanyaan nama ibu kota negara. Ditambah lagi dengan sifat polosnya dulu, semakin dia bingung, semakin bahagia saya. Sayangnya, sekarang kondisi berbalik. Setelah saya puas mem-bully Imel, sekarang giliran Imel. Imel gemar sekali mencari kelemahan saya. Dia bisa sangaaaaat bahagia ketika tahu saya tidak mengetahui sesuatu, walau sekedar ketidaktahuan saya tentang artis ibu kota. 
  
So what? Ya nggak apa-apa. Saya cuma mau cerita itu saja. Sikap Imel terhadap saya kan juga buah dari sikap saya terhadap dia. Berarti selama ini saya terlalu sombong, suka merendahkan orang lain. Saya baru bisa merasakan itu ketika saya juga lebih rendah dari orang lain. Itu membuat saya sadar. Jadi, kamu mau merubah sikapmu? Ya..mungkin, tergantung situasi. Hehehehehe.... He? Ah, tidak...tidak.... Saya bercanda. Tentu saya akan merubah sikap saya sedikit demi sedikit. Saya ingin menjadi orang yang lebih humble dan tidak menghakimi orang lain. Menjadi bermanfaat untuk orang lain itu lebih baik, bukan? 
Sekian