Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 07 Juni 2011

Oleh-oleh dari Huntara Sudimoro (Kaus edition)

Sudah lama ternyata saya nggak nulis di blog ini. Baru terbangun dari hibernasi selama berbulan-bulan karena teringat deadline yang sudah saya undur sampai molor nggak karuan. Oke, saya baru ingin cerita tentang kegiatan Kaus, yaitu "Moving Library". Kegiatan ini sebenarnya udah jalan sebulan belakangan. kegiatannya tak lain dan tak bukan ya keliling menjajakan buku untuk dibaca anak-anak secara gratis. Kegiatan lainnya ada juga kegiatan menggambar, membaca puisi, dan sebagainya. Tapi inti kegiatan ini seputaran membaca, biar anak-anak suka dengan membaca. Buku untuk beberapa anak kan merupakan momok yang menakutkan.

Kegiatan-kegiatan minggu yang lalu sangat menyenangkan. Hanya saja saya belum sempat ceritakan. Dan sekarang, agaknya sudah basi untuk diceritakan. Jadi, saya cuma menulis kejadian hari ini saja, di huntara Sudimoro. Huntara Sudimoro ini merupakan hunian sementara korban lahar dingin yang rumahnya luluh lantak diterjang aliran lahar dingin Merapi yang mengalir di sungai Pabelan. Pertama kali saya ke sini, saya suka sekali melihat rumah-rumah hunian sementara di sini. Rumah yang berbahan bambu ini memiliki gaya yang yaa.lumayan lah.
huntara minimalis karya arsitek UGM
 sebelah huntara tu sawah (asiiikk)

Oke, kembali ke cerita moving library hari ini. Kegiatan yang disertakan selain perpustakaan adalah MEMBACA PUISI. Hem, tidak terbayang bagaimana reaksi anak2 yang akan membaca puisi. Waktu saya SD dulu, membaca puisi adalah hal yang saya takuti. Selain itu saya rasa puisi adalah hal yang sangat tidak "keren" (mungkin karena saya orangnya kaku).

Bayangan dalam kepala saya sangat berbeda dengan kenyataan di lapangan. Anak-anak yang hanya berjumlah 8 orang (sisanya baru ada wisata) antusias dengan kegiatan baca puisi ini. Bahkan, ada anak yang belum bisa membaca sangat bersemangat untuk membaca puisi, walau terbata-bata. Saya amati kesulitan anak ketika membaca puisi adalah kesulitan untuk mengurangi rasa tidak pede. Mungkin seperti saya dulu yang masih SD, membaca puisi itu seperti melakukan hal memalukan di depan banyak orang. Namun, melihat mereka tetap berjuang untuk bisa membaca puisi membuat saya tetap mengacungkan dua jempol saya.

Selepas kegiatan tersebut, ternyata waktu sudah menunjukkan waktu pukul 15.00. Kami dari tim KAUS harus segera kembali ke Yogyakarta. Tapi, sebelum meninggalkan lokasi, saya masih saja sempat bermain layang-layang bersama anak-anak. Foto bermain layang-layangnya kapan-kapan saja ya saya upload. Hehe, saya masih menggunakan kamera analog soalnya.