Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 07 Februari 2011

Oleh-oleh dari Gladiool Debate Competition 2011 (Gladiation)

Kembali pulang ke kampung halaman. Menjejaki kembali kota ini. Kota yang memiliki semilir angin menusuk tulang, namun hangat oleh keramahan warganya (walau gak semua warga yang ramah). Dan kembali lagi menuju kampus SMA tercinta.

Hari itu dimulai dengan serangan fajar. Diawali dengan bismillah  mual yang amat sangat, lalu ketidakberesan pencernaan dan diakhiri dengan ekskresi makanan melalui jalur masuknya. Yah, seluruh isi perut saya kosong. Kata ibu sih, ini namanya masuk angin. Ckckcckk...angin mana sih yang berani-beraninya masuk ke badan saya ini?

Paginya, badan lemas karena memang tak ada sumber energi lain selain lemak. Dan lemak bukan sumber energi yang mudah terbakar. Waktu istirahat pun juga hampir tidak ada, mengingat hingga pukul 4 mata saya masih tidak bisa dipejamkan. Keinginan untuk mundur dari janji hari ini pun tak bisa direalisasikan. Akhirnya pun saya berangkat juga dengan badan lemas dan terlambat.

Debat, hal yang saya sukai ketika jaman SMA dulu. Saya mengenal debat sejak dikenalkan oleh seorang kakak kelas yang secara tidak sengaja kelasnya berada di samping kelas saya. Dari dulu hingga sekarang, saya tetaplah bukan seorang yang jago dalam berdebat. Terlebih dalam bahasa inggris. Dalam tim, keberadaan saya bukanlah hal penting saya rasa. Tapi, karena saya menikmati untuk berada dalam kondisi berdebat, saya merasa keberadaan saya untuk tetap dalam tim harus tetap dijaga, bagaimana pun caranya. Saya terus ingin selalu berada dalam tim, untuk ikut serta dalam pembelaan pendapat.

Hal itu masih terjaga hingga sekarang. Dengan kemampuan yang tidak bertambah, saya kembali dengan status senior. Status yang membuat saya malu. Malu pada kenyataan yang berkata bahwa saya tertinggal dari orang yang statusnya junior. Well, terkadang senioritas dalam diri saya tergoyahkan.Tapi apa mau dikata. Saya kalah telak klo dibandingin sama anak2 itu. Anak-anak muda sekarang. Saya iri pada mereka karena saat ini kesempatan untuk mengembangkan diri tidak seperti ketika saya seumuran mereka. (dan setelah dipikir masak-masak, hanya saya saja yang tidak pernah mau mencari kesempatan itu)

Oke, saya datang kembali ke sini bukan untuk menjadi pecundang. Tapi untuk menjadi seorang adjudicator. Jujur ini hal yang sulit. Biasanya saya sering memprotes juri yang menilai pertandingan saya. dan hal ini membuat saya berjaga agar tidak sampai diprotes. Adil juga menjadi masalah lain. Initnya menjadi juri sangatlah sulit, ditambah kredibilitas yang belum terjamin. Saya lebih suka menjadi debater...... Dan bertemu dengan orang-orang luar biasa (senior, teman seperjuangan, dan adik2) membuat saya terpacu kembali. Mungkin sudah tidak mungkin menjadi debater, tapi saya terpacu untuk menjadi pembicara yang lebih baik. Pembicara yang dapat mempertanggungjawabkan isi pembicaraannya, dapat menjaga tingkah lakunya, dan dapat mengatur strategi untuk menyampaikannya. Hahahaha....ingat, 3 poin dalam debat:Matter, Manner and Method.
Gyaboooooooooooo