Well, hari-hari melelahkan dengan karya ilmiah yang bernama laporan jatek tampaknya sudah membuat kepala saya hampir meledak. Keadaan pencernaan yang makin hari makin memburuk, pandangan mata yang makin kabur, dan kaki yang makin lemas, membuat otak saya semakin liar. Semakin banyak hal yang saya pelajari, semakin pusinglah saya untuk menentukan pilihan ke mana kaki akan dilangkahkan. Yang saya inginkan segera kabur (seperti biasanya) dan melanjutkan ke hal berikutnya (dan ini yang tidak bisa). Hal yang bisa saya lakukan adalah berbagi ide dengan orang lain, sekedar untuk melepas kepenatan.
Hingga salah satu teman saya yang sedang menggarap karya ilmiah kasta tinggi untuk mahasiswa tingkat akhir mengajak untuk berdiskusi. Topik diskusi memang bukan keahlian saya, tapi topik ini membuat hati saya berdegup kencang,seakan menantang saya untuk menaklukkannya. Topik apakah itu? Statistika. (no comment, no offense)
Diskusi yang sekedar dilakukan secara online atau SMS akhirnya diputuskan untuk dilakukan secara live. Lokasi diskusi adalah kamar saya (untung saja hari ini masih ada space untuknya melangkah). Setelah diskusi singkat, -sangat singkat bahkan- kami memutuskan untuk mengganjal perut. Agar suasana lebih ramai, kami ajaklah teman yang lain. Akhirnya kami bertiga. Agar efisien, kami memutuskan untuk menggunakan moda transportasi beroda 4. jengjerengjengjeng... di sinilah kisah menegangkan dimulai.
Moda transportasi ini ternyata memang membutuhkan tempat yang luas untuk putar balik. Karena lokasi kos-kosan saya berada di gang sempit, maka jalan satu-satunya adalah "atret" (apa sih istilah yang lebih keren buat mundur ke belakang?). Ups, bukan satu-satunya rupanya! Teman saya berpikir dia bisa memutar balik di pekarangan tetangga kos saya. Saya agak ragu, tapi ya mungkin inilah jalan terbaik untuk si kotak merah. Ternyata untuk memutar balik di sana lumayan sulit. Ada batu-batu besar yang menghalangi dan saya memutuskan untuk memindahkan batu-batu itu. Dan ENG ING ENG....sang pemilik rumah melihatnya dan tidak rela pekarangannya menjadi lokasi putar balik. Dan apa yang ia lakukan??? Ia menata batu itu tepat di samping mobil, saudara-saudara! Mobil yang sedang dalam kondisi tak berdaya ini akhirnya mengalami luka cukup dalam! Kaki saya lemas. Selebihnya saya masih kecewa dengan tindakan tetangga kos saya yang sopan ini. Tapi saya juga tidak berani untuk marah-marah, karena tetangga kos saya ini memiliki jabatan yang tinggi di desa, PREMAN KAMPUNG. Wow!
Si empunya kotak merah sampai ia meninggalkan lokasi kosan saya (setelah kami selesai makan tentunya) masih menerima hal itu dengan wajah yang dibuat sangat netral.Kalau wajah saya sih, masih pucat pasi. Kaki ini juga masih lemas. Dalamnya laut dapat diukur, dalamnya hati, siapa yang tahu? Tetap saja teman saya ini sangat menyesal. Dan apa yang saya rasakan? Saya lebih menyesal!!! Sungguh. Ini adalah teritori saya, jadi saya yang bertanggung jawab di sini. Dan bukan Naning kalau tidak mau bertanggung jawab. Karena saya tidak memiliki materi, saya hanya bisa memberi bantuan moral kepada kawan saya. Semoga saja hatinya bisa lebih tenang sekarang. Semoga saja 110 menit mulut ini berkoar tak sia-sia. Semoga saja pulsa 5000 saya masih bisa bermanfaat. Semoga saja telinga saya semakin kuat mendengarkan cerita-ceritanya. Dan semoga semua baik-baik saja.
Try to enjoy this day
0 komentar:
Posting Komentar