Ibu bagi orang lain mungkin bukan seorang dengan kemampuan bercerita maupun berkhayal yang baik, tapi bagi saya, beliau adalah yang terhebat. Kesenangan saya akan membaca dan bercerita diturunkan dari beliau saya rasa. Duluuuuu...waktu saya masih ngedot (minum pake dot), sebelum kami (saya dan kakak) pasti mendengarkan dongeng dari ibu. Cerita favorit kami (karena saking seringnya diulang-ulang) adalah cerita Kancil Nyolong Timun. Variasi cerita lainnya adalah si Kancil yang Cerdas dan banyak versi si Kancil lainnya yang saya sudah lupa. Pokoknya tokoh si Kancil ini adalah tokoh yang paling banyak muncul. Bagian dari cerita si Kancil yang paling saya ingat sampai sekarang, ketika si Kancil selamat dari ancaman Buaya dan bisa menyeberang ke seberang dengan aman. Ide dari cerita tersebut benar-benar menarik bagi saya, ide yang sangat brilian. Si Kancil yang hendak menyeberang sungai yang amat lebar untuk mencari makan di kebun timun seberang sungai merasa kesulitan karena tidak adanya jembatan. Tiba-tiba datanglah seekor buaya kelaparan yang menghampiri si Kancil. Dengan mulutnya yang besar, si Buaya sudah bersiap menerkam si Kancil, tapi tiba-tiba si Kancil berseru "Berhenti!" dan buaya itupun menganga kebingungan. Si Kancil menawarkan kesepakatan dengan buaya. Kancil menjanjikan buaya untuk membawakan banyak kancil sebagai santapan buaya dan teman-temannya. Melihat banyak kawannya yang juga kelaparan, buaya akhirnya setuju. Si Kancil meminta buaya-buaya itu berjajar agar ia mudah dalam menghitung. 1..2...3.....si Kancil mulai melompat dan menghitung buaya-buaya yang berbaris di sungai. Ketika si Kancil selesai berhitung, ia sudah sampai di seberang sungai. Lalu ia pun berlari meninggalkan kawanan buaya yang hanya bisa terbengong karena ditipu kancil.
Cara kancil menipu buaya inilah yang saya anggap luar biasa (waktu itu). Bagaimana Ibu bisa menemukan ide brilian itu? Ibu menjadi role model "orang cerdas" bagi saya sejak itu. Hahahaha... Saking sukanya saya dengan cerita itu, malam-malam berikutnya Ibu harus memodifikasi cerita. Saya merasa kasihan sama si Kancil, berapa kali sudah ia menghitung buaya? Dan buaya masih saja bodoh mau ditipu. Hehehe....
Berbeda dengan ibu, cerita bapak tidak terlalu menarik. Bapak lebih suka bercerita kisah-kisah jawa dibandingkan dongeng anak-anak. Dan sebagai gantinya, bapak lebih sering membacakan buku cerita bila ibu sedang tidak di rumah ketika kami akan tidur. Dan kebiasaan ini selesai ketika ibu bersekolah di kota nun jauh di mata dan bapak tidak sabaran ketika membacakan buku cerita. Lagipula kami sudah bisa membaca sendiri, jadi daripada nyusahin bapak, kami baca saja sendiri buku-buku dongeng yang dibawakan ibu setiap ibu pulang.
Dongeng sebelum tidur ternyata sangat membekas di hati saya. Ingin rasanya saya bisa menjadi pendongeng ulung, yang bisa berbagi khayalan dengan anak-anak. Dan observasi saya malam ini sedikit-banyak menggugah hati saya untuk segera mencari probandus anak-anak untuk mendengarkan cerita-cerita saya yang sedikit konyol tapi bermakna dalam (ecie..cie...). Siapa anak-anak itu? Yah, yang dekat-dekat dulu, anak-anak kosan. Cerita tentang apa? Tentunya si Kancil yang Pintar!
0 komentar:
Posting Komentar