Membuat kompos itu mungkin seperti punya seorang bayi. Saya belum memiliki anak sih, tapi ya saya sedikit -sedikit tahu lah bagaimana rasanya. Dulu saya pikir membuat kompos dari sampah rumah tangga itu seperti menjetikkan jari. Tapi karena belum pernah terjun langsung untuk membuat sendiri, saya masih belajar banyak hal.
Usia kompos yang saya buat belum juga sampai usia satu minggu, saya sudah tidak sabar untuk melihat hasil akhirnya. Daripada menunggu hasil yang masih lama datangnya, saya berusaha untuk menikmati prosesnya saja. Dua hari terakhir ini saya perhatikan, tumpukan sampah dalah ting komposter memiliki bentuk yang sangat tidak cantik. Well, saya juga nggak tahu parameter cantik untuk kompos itu seperti apa. Yang pasti, tumpukan sampah itu menjadi sangat menjijikkan. dan yang utama adalah, bau.
Dilihat-lihat, ada yang kurang dari komposisi kompos ini. Hem..terlalu basah rupanya. Sistem drainase composter tidak terlalu baik. Air penyiraman yang berlebih tidak keluar dan terkumpul di dasar. Akhirnya saya putuskan untuk menambah daun-daun kering. Pertanyaannya, dari mana saya dapatkan daun kering ketika rumah saya yang sekarang tidak memiliki pohon besar? Ada memang di sekitar rumah, tapi saya sebagai warga baru di sini sangat gengsi untuk mengumpulkan daun kering dengan tangan. Duh... Karena masih merasa komplek rumah sakit sebagai rumah, daun-daun kering dari sana saya impor ke komplek rumah yang baru. Hasilnya, composter saya kepenuhan sebelum semua daun kering bisa tertampung! Hahahaha...
Ah, tidak sabar saya untuk bisa melihat kompos sudah yang sudah jadi. Secepatnya.
0 komentar:
Posting Komentar